Stres Seringkali Timbul pada Pengguna Narkoba Karena Apa?
Dampak merusak dari narkoba ke tubuh pengguna memang hebat. Tak hanya fisik yang yang ambrol, jiwa pengguna pun dibuat kacau. Stres seringkali timbul pada pengguna narkoba karena otak mereka sudah mulai teracuni bahan-bahan berbahaya tersebut. Mengapa kebanyakan pengguna narkoba mudah stres?
Tubuh dan Stres
Tubuh bereaksi terhadap stres dengan mengeluarkan dua jenis pembawa
pesan kimia yaitu hormon dalam darah dan neurotransmiter di otak. Para ilmuwan
percaya bahwa beberapa neurotransmiter mungkin bahan kimia yang sama atau mirip
dengan hormon, tetapi bertindak dalam kapasitas yang berbeda.
Beberapa hormon berjalan melalui tubuh, mengubah metabolisme makanan
sehingga otak dan otot memiliki simpanan bahan bakar metabolik yang cukup untuk
aktivitas seperti melawan atau lari, yang membantu orang tersebut mengatasi
sumber stres. Di otak, neurotransmiter memicu emosi, seperti kecemasan, yang
menyebabkan orang tersebut melakukan aktivitas tersebut.
Biasanya, hormon stres dilepaskan dalam jumlah kecil sepanjang hari,
tetapi ketika tubuh sedang stres, tingkat hormon ini meningkat secara dramatis.
Pelepasan hormon stres dimulai di otak. Pertama, hormon yang disebut
corticotropin-releasing factor (CRF) dilepaskan dari otak ke dalam darah, yang
membawa CRF ke kelenjar pituitari, yang terletak langsung di bawah otak. Di
sana, CRF merangsang pelepasan hormon lain, adrenocorticotropin (ACTH), yang
pada gilirannya memicu pelepasan hormon lain terutama kortisol dari kelenjar
adrenal.
Kortisol bergerak ke seluruh tubuh, membantunya mengatasi stres. Jika
stresornya ringan, ketika kortisol mencapai otak dan kelenjar pituitari, ia
menghambat pelepasan CRF dan ACTH berikutnya, yang kembali ke tingkat normal.
Tetapi jika stresornya kuat, sinyal dari otak untuk pelepasan CRF lebih banyak
mengesampingkan sinyal penghambatan dari kortisol, dan siklus hormon stres
berlanjut.
Siklus hormon stres dikendalikan oleh sejumlah bahan kimia perangsang
selain CRF dan ACTH, dan bahan kimia penghambat selain kortisol di otak dan darah.
Di antara bahan kimia penghambat siklus adalah neurotransmitter yang disebut
peptida opioid, yang secara kimiawi mirip dengan obat opiat seperti heroin dan
morfin. Peptida opioid juga dapat menghambat pelepasan CRF dan neurotransmiter
terkait stres lainnya di otak, sehingga menghambat emosi stres.
Kecanduan Narkoba dan Stres
Heroin dan morfin menghambat siklus hormon stres dan kemungkinan
pelepasan neurotransmiter terkait stres, seperti halnya peptida opioid alami.
Jadi, ketika orang menggunakan heroin atau morfin, obat-obatan tersebut
menambah penghambatan yang sudah disediakan oleh peptida opioid. Ini mungkin
menjadi alasan utama mengapa orang senang menggunakan heroin atau morfin.
Setiap orang memiliki hal-hal dalam hidup yang benar-benar mengganggu.
Kebanyakan orang mampu mengatasi masalah tersebut, tetapi beberapa orang merasa
sangat sulit untuk mengatasinya.
Dalam mencoba obat opiat untuk pertama kalinya, efek stres mungkin
menghilang untuk sementara waktu. Ketika
efek narkoba hilang, pecandu mulai sakau. Penelitian menunjukkan bahwa selama
masa sakau itu kadar hormon stres meningkat dalam darah dan neurotransmiter
terkait stres dilepaskan di otak. Bahan kimia ini memicu emosi yang dirasakan
pecandu sebagai hal yang sangat tidak menyenangkan, menyebabkan pecandu
mengonsumsi lebih banyak narkoba.
Karena efek heroin atau morfin hanya bertahan 4 sampai 6 jam, pecandu
sering mengalami sakau tiga atau empat kali sehari. Menghidupkan dan mematikan
sistem stres tubuh secara konstan ini meningkatkan hipersensitivitas. Kokain
pun meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap stres, meskipun dengan cara yang
berbeda. Ketika seorang pecandu kokain mengambil kokain, sistem stres
diaktifkan, sama seperti ketika seorang pecandu opiat mengalami sakau, tetapi
orang tersebut merasakan ini sebagai bagian dari kokain karena kokain juga
merangsang bagian otak yang terlibat dalam merasakan kesenangan. Ketika efek
kokain hilang dan pecandu mengalami sakau, sistem stres diaktifkan kembali.